Selasa, 26 Februari 2013

Hiasan-hiasan Candi


Kalamakara

          Sebuah bangunan candi menarik bukan hanya karena bentuk bangunannya yang indah, tetapi juga karena kekayaan hiasan-hiasan yang terkandung di dalamnya. Banyak sekali relief yang terdapat pada dinding-dindingnya. Selain itu juga terdapat patung-patung dewa dengan seni pahatnya yang indah. Patung-patung itu ada yang terbuat dari batu dan ada yang terbuat dari perunggu.
          Karena banyaknya ragam hiasan pada sebuah candi, saya akan membahas satu per satu jenis hiasan-hiasan tersebut.
1. Hiasan Kala-makara
          Pada setiap candi tentu terdapat hiasan ini. Kala-makara terdiri dari dua kata, yaitu Kala dan Makara. Kala berarti raksasa yang menakutkan, sedangkan makara berarti wujud binatang dongengan Hindu yang terdiri dari campuran bentuk-bentuk gajah, buaya, ikan. Hiasan kalamakara terdapat pada bagian atas pintu masuk candi. Kepala Kala dipahatkan pada bagian atas pintu masuk candi, sedangkan Makara terdapat pada bagian bawah pintu masuk. Hiasan Kala dan Makara selalu merupakan sebuah kesatuan, sehingga keduanya sering disebut sebagai satu nama, yakni Kalamakara.
          Hiasan ini sengaja dipasang di pintu masuk candi sebagai penjaga kesucian candi tersebut. Karena bentuknya yang menakutkan, yakni kepala raksasa yang sedang menyeringai, maka ia diharapkan dapat menakutnakuti roh-roh jahat yang akan memasuki bangunan candi yang dianggap suci.
          Di samping kalamakara yang bertugas menjaga kesucian candi, pada pintu masuk candi, agak ke depan, biasanya terdapat pula patung-patung raksasa yang disebut Dwarapala. Tetapi patung raksasa yang amat besar dengan sikap duduk dan memegang penggada ini, biasanya hanya terdapat di muka pintu utama yang menuju ke kompleks candi. Pada candi Budha sering terdapat patung singa di depan kalamakara. Tugasnya masih menjaga kesucian candi.
2. Hiasan Jaladwara
          Hiasan ini terdapat pada bagian kaki candi sebelah atas. Terpasang di pojok-pojok kaki candi atas, terutama pada candi-candi besar. Jaladwara berarti ikan. Hiasan ini melukiskan mulut ikan yang menghadap ke luar candi. Gunanya adalah untuk mengalirkan air hujan dari kaki candi ke luar candi. Lorong-lorong yang mengitari candi kalau musim hujan, tentu saja dipenuhi air. Agar air tidak mausk ke sela-sela batu candi, maka air tersebut harus dibuang melalui jaladwara. Jadi kalau hujan datang, pojok-pojok kaki candi memancarkan ke luar air hujan melalui mulut jaladwara tadi. Tentu merupakan suatu pemandangan yang mengasyikkan.
          Tetapi sekarang ini jaladwara kurang berguna seperti zaman dahulu kala, karena bangunan candi telah berubah, sehingga air tidak dengan mudah dialirkan lewat jaladwara.
3. Patung
          Patung-patung merupakan bagian terpenting dari bangunan candi. Justru sebenarnya candi dibangun untuk menyimpan patung-patung dewa tadi. Terdapat berbagai macam patung dalam candi-candi, artinya tidak tiap candi berisi patung yang sama, tergantung dewa apa yang diwujudkan dalam patung tadi. Pada candi agama Hindu berisi patung-patung dewa Hindu, sedangkan pada candi-candi agama Budha berisi patung-patung Budha atau Bodhisatwa.
          Pada candi-candi agama Hindu terdapat tiga buah patung yang utama, yakni patung dewa Siwa (yakni dewa perusak), patung dewa Wisnu (yakni dewa pemelihara), dan dewa Brahma (yakni dewa pencipta). Di samping itu juga sering dibuat patung-patung isteri masing-masing dewa tersebut. Dewi Uma adalah isteri dewa Brahma, Dewi Durga adalah isteri dewa Siwa, dan Dewi Sri serta Dewi Laksmi, keduanya adalah isteri dewa Wisnu. Juga putera dewa Siwa, yakni dewa Ganesha, sering dibuat patungnya.
          Setiap dewa Hindu selalu digambarkan bertangan empat. Kalau ada patung yang tidak bertangan empat, jelas itu bukan patung dewa. Masing-masing dewa dengan keempat tangannya memegang tanda-tanda tertentu. Adapun tanda-tanda maisng-masing dewa sebagai berikut:
Dewa Siwa, bertangan empat masing-masing memegang: camara (penghalau lalat), aksamala (tasbih), kamandalu (kendil), dan trisula (mata tombak berujung tiga). Dewa Siwa juga dilukiskan dalam bentuk-bentuk lain seperti Mahaguru, Mahakala, dan Bhairawa yang menakutkan.
Dewa Wisnu, empat tangannya memegang cakra (cakram), gada (pemukul), sangka (terompet kulit kerang), dan kuncup teratai.
Dewa Brahma, berkepala empat dan bertangan empat yang memegang: aksamala, camara.
Dewa Ganesha, putera dewa Siwa, mudah dikenali karena ia berkepala gajah dan bertangan empat dengan tanda-tanda dewanya.
Disamping itu, dewa-dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu dikenali juga kerana bunatang kendaraannya. Siwa berkendaraan lembu, Wisnu berkendaraan garuda, dan Brahma berkendaraan angsa.
Dewa Kuwera banyak dipuja orang karena ia dewa kekayaan yang selalu digambarkan duduk di atas karung harta yang dikelilingi oleh periuk berisi harta kekayaan pula.
          Patung-patung dalam agama Hindu berbeda dengan patung dalam agama Budha. Ptung-patung Budha selalu digambarkan dalam sikap duduk bersila. Tangannya hanya dua dan selalu digambarkan dalam sikap tangan di depan badannya dengan berbagai sikap jari-jari tertentu yang dinamai mudra. Kepalanya berwajah tenang. Rambutnya ikal dan digelung. Pada dahinya ada titik besar yang dinamai urna. Dan bentuk telinganya biasanya agak besar memanjang ke bawah.
          Sedangkan patung Budha yang lain adalah Bodhisatwa. Bodhisatwa merupakan dewa pernatara, yakni dewa yang menghubungkan manusia dengan Budha yang sudah ada di nirwana. Patung Bodhisatwa biasanya berpakaian seperti raja-raja, sangata mewah, tetapi tangannya tetap ada dua, meskipun pakainnya mirip patung-patung dalam agama Hindu.
          Selain patung dewa atau Budha, kadang-kadang sebuah candi berisi patung lingga. Lingga adalah semacam tugu batu yang melambangkan dewa Siwa. Lingga itu dipuja seperti orang memuja dewa Siwa. Biasanya lingga ditaruh diatas sebuah yoni, yakni lambang isteri dewa Siwa. Bentuk yoni seperti kotak batu yang kadang-kadang disangga oleh hiasan naga.
4. Relief
          Relief adalah ukiran yang digoreskan pada permukaan batu. Relief berupa gambar atau hiasan. Ada relief yang menggambarkan urutan sebuah cerita agama, ada pula relief yang menggambarkan hiasan berbentuk tumbuh-tumbuhan dan bunga, serta ada relief yang menggambarkan ragam hias permadani.
 Relief berbentuk cerita biasanya terdapat di pagar dalam kaki candi, atau di kaki candi. Relief juga banyak dijumpai pada dinding badan candi. Relief yang terkenal sebgaai hiasan guirlande dan hiasan permadani didapatkan di bagian dinding kamar candi.
5. Hiasan Puncak
          Kalau pada kaki candi dan badan candi banyak ditemukan hiasan-hiasan berupa patung, relief, jaladwara, kalamakara, dan sebagainya, maka pada atap candi kita dapatkan hiasan-hiasan puncak candi yang biasanya terdiri dari bentuk antefix dan ratna atau stupa. Dalam beberapa candi masih didapat pula hiasan berupa relief  atau patung di bagian atap candi. Tetapi ini amat jarang terdapat. Pada candi Dieng dan candi Sari masih didapatkan hiasan puncak berupa relief atau kepala dewa.
          Pada bagian atap candi Hindu biasanya berbentuk bunga ratna dipakai sebagai hiasan. Sedangkan dalam candi agama Budha bentuk stupa yang didapatkan sebagai hiasan puncak. Tetapi ada pula hiasan puncak berupa ratna dan stupa sekaligus pada satu candi, misalnya candi Plaosan, di dekat Yogyakarta. 

Senin, 25 Februari 2013

Pembangun Candi


Candi Jawi


          Bagaimana bangunan-bangunan besar berupa candi itu dahulu dibangun orang, tidak ada orang yang mengetahui secara pasti. Seni membangun candi, membuat patung dan mengukir relief memang dapat dipelajari dalam buku Silapasastra, yakni buku yang berisi ilmu pengetahuan cara membuat patung dan candi. Namun dalam buku ini tidak dicantumkan keterangan bagaimana batu demi batu disusun. Inilah sebabnya timbul banyak pendapat bagaimana candi-candi yang amat besar dan tinggi itu dibangun.
          Pada pembangunan candi-candi jelas sekali diperlukan banyak batu-batu besar. Darimana batu-batu besar itu diambil dan dengan cara bagaimana? Lalu setelah terkumpul ribuan batu, kemudian dibentuk sebagai bahan bangunan, bagaimana pula batu-batu besar itu disusun begitu tinggi? Bagaimana pula mereka mengukir batu-batu itu? Semua itu memang pertanyaan yang menarik, namun tak seorang pun dapat menjawabnya secara pasti.
          Candi-candi itu dibangun atas perintah raja-raja. Dengan kekuasaan raja yang besar itu tentu mudah saja untuk memerintahkan rakyatnya bergerak mencari batu-batu besar dan kemudian mengangkutnya ke tempat pembangunan candi. Tetapi dengan sendirinya bukan raja itu sendiri yang mengeluarakan perintah langsung kepada rakyat. Raja tinggal mengumpulkan raja-raja kecil dibawah kekuasaannya untuk mengerahkan rakyat mengumpulkan batu-batu besar di wilayahnya. Raja-raja kecil atau bupati-bupati ini mudah juga menyuruh rakyatnya untuk bekerja karena rakyat memang mempunyai kewajiban untuk bekerja demi kepentingan raja, demi kepentingan umum, dan demi kepentingan agama. Kewajiban rakyat untuk bekerja bagi kepentingan raja dan umum ini lazim disebut sebagai kerja gotong royong. Apalagi kalau mereka mengetahui bahwa yang memerinntahkan itu raja yang mereka anggap sebagai penjelmaan dewa di dunia, maka kewajiban itu bukan saja sebagai kewajiban tetapi juga suatu kehormatan karena dapat berbakti kepada dewanya.
          Batu-batu besar yang diangkut rayat itu dikumpulkan di tempat candi akan dibangun. Di sana batu dibentuk menjadi potongan-potongan seperti yang dikehendaki oleh para arsitek candi. Potongan-potongan batu besar tadi kemudian disusun menjadi bentuk dasar candi. Dengan sendirinya mudah untuk menyusun batu-batu bagi pembangunan kaki candi, tetapi bagaimana caranya batu-batu itu diangkut dan disusun untuk badan dan atap candi yang tinggi itu?
          Di sinilah beberapa pendapat muncul berupa teori. Ada yang menyatakan bahwa setelah kaki candi dapat disusun, maka kaki candi tadi ditimbun tanah. Dari timbunan tanah yang merupakan bukit kecil tadi batu-batu besar yang akan dipasang sebagai badan candi diangkut. Dengan demikian makin tinggi bangunan candi, maka makin tinggi pula timbunan tanah yang mengitari candi dan makin luas pula daerah timbunan. Ada juga yang menyatakan bahwa bukan timbunan tanah yang dipakai untuk mengangkat batu-batu besar itu ke puncak, tetapi tangga-tangga kayu yang mendatar. Dengan sendirinya tangga-tangga kayu tadi juga menjadi makin tinggi, makin lebar, atau makin panjang bentuk tangga bertingkatnya.
          Setelah susunan batu yang merupakan bangunan pokok terbentuk, maka mulailah tukang ukir dan penghias candi bekerja. Gambar-gambar hiasan berupa relief mulai dibuat, antefix, dan hiasan puncak juga mulai dibentuk. Dalam teori timbunan tanah tadi, juru ukir mulai bekerja dari puncak candi. Makin ke bawah, tanah timbunan disingkirkan dan juru ukir bekerja di bagian yang telah disingkirkan tanah timbunannya tadi.
          Bagaimana cara menyusun batu demi batu yang amat besar tadi? Batu-batu candi disusun satu sama lain tanpa menggunakan semen. Batu-batu hanya dikaitkan satu sama lain. Inilah sebabnya kita mengetahui mengapa sebuah candi runtuh, bongkahan-bongkahan batunya bertebaran satu-satu, tak ada yang merupakan sekumpulan batu.
          Kalau semua bagian candi telah selesai dibangun dan dihias, maka pekerjaaan terakhir adalah pemasangan patung-patung dewa di dalam ruangan candi. Kalau sebuah candi dipergunakan untuk kuburan, maka upacara pemasangan patung merupakan upacara agung berupa penguburan abu raja di dasar sumuran candi.
          Candi-candi besar di Indonesia terdapat di wilayah sekitar Yogyakarta dan Magelang. Candi-candi besar itu dibangun dalam thaun-tahun 800 Masehi, yakni waktu wilayah itu dikuasai oleh raja-raja dinasti Syailendra. Dari bangunan-bangunan candi besar tadi dapat dibayangkan betapa besar tenaga rakyat dikerahkan untuk membangunnya, dan betapa besar kekuasaan raja.

Minggu, 24 Februari 2013

Bentuk Bangunan Sebuah Candi

Candi Jawa Tengah (kiri) dan
 Jawa Timur (kanan). Candi
di Jateng dibangun agak pendek
dan gemuk, dan candi Jatim
dibangun agak ramping dan tinggi.


          Candi adalah bangunan yang terdiri dari kaki candi, badan candi dan atap candi. Kaki candi merupakan dasar dari bangunan candi. Kaki candi ini sebagian tertanam di dalam tanah dan sebagian lagi berada di atas tanah dengan tinggi lebih dari satu meter. Pada candi-candi kecil, kaki candi biasanya berbentuk bujur sangkar dan pada salah satu sisinya terdapat tangga batu untuk memasuki badan candi. Sedangkan pada bangunan candi besar seperti Candi Prambanan, kaki candi menjulang cukup tinggi, beberapa meter dari tanah dan berbentuk bujur sangkar yang dibentuk begitu rupa sehingga berbentuk sudut 12.
          Pada kaki candi inilah terdapat jalan keliling mengitari badan candi yang disebut pradhaksinapatha atau praswyapatha. Pradhaksinapatha berarti jalan keliling mengitari candi dengan jalan  menganankan candi. Artinya kalau orang telah menaiki tangga kaki candi dan ingin mengelilingi badan candi terlebih dahulu sebelum memasuki badan candi, maka cara berkelilingnya harus begitu rupa sehingga badan candi selalu berada di sebelah kanan kita. Sebaliknya prasawypatha berarti mengkirikan candi. Pradhaksinapatha biasanya terdapat pada candi-candi di Jawa Tengah.
          Pada jalan atau lorong kaki candi tersebut kadang-kadang dibangun pula sebuah pagar batu yang mengelilingi seluruh kaki candi. Pagar yang pendek ini hanya dibangun di candi-candi besar saja. Pada candi-candi kecil biasanya lorong yang mengitari candi tidak berpagar. Pada pagar-pagar candi itulah biasanya dipahatkan cerita-cerita keagamaan. Pemasangan gambar-gambar yang merupakan urutan cerita tadi tergantung dari lorong pradhaksinanya atau prasawyanya. Pada lorong pradhaksina dengan sendirinya urutan gambar mengikuti jalan keliling mengkanankan candi, sedang pada prasawya urutan gambar mengikuti jalan keliling mengkirikan candi.
          Badan candi merupakan bagian kedua dari candi yang dibangun di atas kaki candi. Pada badan candi inilah terdapat ruangan candi, atau kamar candi. Pada bangunan candi kecil, kamar candi ini hanya terdiri dari satu ruangan, tetapi pada candi besar biasanya terdapat 4 ruangan. Ruangan-ruangan dalam candi besar tadi terdiri dari satu ruangan kamar besar dan tiga ruangan kamar yang lebih kecil.
          Dalam ruangan candi terdapat patung dewa atau patung bodhisatwa. Pada candi-candi agama Hindu patung dewa tersebut terletak di tengah-tengah kamar candi, sedangkan pada candi agama Budha, patung Budha atauu bodhisatwa terletak mepet pada dinding belakang kamar candi. Tetapi pada candi-candi di Jawa Timur kebanyakan patung dewa terletak mepet di dinding belakang kamar candi.
          Selain terdapat patung dewa atau patung Budha atau patung bodhisatwa, kadang-kadang terdapat pula patung lingga dan yoni, yakni lambang dewa Siwa.
          Pada dinding kamar candi di sebelah dalam biasanya dihias dengan ukiran-ukiran yang disebut relief. Relief ini kebanyakan berupa ragam hias guirlande, gunanya untuk memberi kesan agar kamar candi tidak terlalu kosong atau nampak terlalu tinggi. Sedangkan pada badan candi sebelah luar biasanya terdapat juga ukiran-ukiran yang lebih bermacam ragam. Ada ukiran makhluk-makhluk surga, dewa-dewa, atau bodhisatwa.
          Atap candi berbentuk meruncing ke atas secara bertingkat. Pada tiap tingkatan atap terdapat hiasan-hiasan. Hiasan atap ini berupa segi tiga rangkap tiga yang disebut antefix. Di samping itu terdapat pula hiasan-hiasan berupa ratna untuk candi Hindu, dan hiasan stupa untuk candi agama Budha. Pada puncak atap candi terdapat hiasan ratna atau stupa yang besar sesuai dengan bentuk candinya.
          Pembagian candi menjadi tiga bagian dan tiga tingaktan tadi sebenarnya mempunyai arti kiasan pula. Kaki candi disebut Bhurloka, yakni lambang dunia yang masih dihuni oleh makhluk-makhluk yang dapat mati. Jadi kaki candi melambangkan kehidupan di dunia kita ini. Sedangkan badan candi disebut Bhuwarloka, yakni lambang dunia yang mahkluk-mahkluknya telah disucikan. Sedangkan atap candi disebut Swarloka, yakni lambang dunia dewa-dewa. Suatu tempat yang mahasuci dan bebas dari kematian.
          Bangunan candi di smaping mengenal pembagian kaki, badan, dan atap candi, juga mengenal pembangian pembagian daerah percandian. Bangunan utama candi berupa bangunan dengan tiga pembagian tersebut. Candi utama ini terletak di daerah paling suci, yakni di tengah-tengah lingkungan bangunan dan di tempat yang paling tinggi. Bangunan utama ini dikelilingi pagar candi. Di sebelah luar pagar candi ini terbentang halaman candi yang lebih rendah letaknya dari halaman bangunan utama. Pada kelompok candi-candi besar, biasanya halaman ini didirikan candi-candi kecil dalam jumlah ratusan. Di luar pagar halaman candi kedua ini terletak halaman candi ketiga yang juga dipagari. Halaman candi ini biasanya dibiarkan kosong. Mungkin dahulu ditanami rumput dan pohon-pohon hiasan yang lain.
          Antara halaman candi terbawah ke halaman candi kedua dan halaman candi pertama dihubungkan dengan pintu-pintu candi. Di depan pintu-pintu halaman candi inilah biasanya terdapat patung-patung penjaga yang disebut Dwarapala. Bentuknya berupa raksasa yang tengah duduk dan memegang alat pemukul yang dinamai penggada.
          Tetapi, kalau kita memasuki candi yang sekarang ini ada, biasanya kita lagsung memasuki halaman utama candi. 

Arti Candi

Kepala Bodhisatwa


          Perkataan candi berasal dari kata Candika grha, yang artinya Rumah Dewi Candika. Dewi Candika adalah dewi maut. Dewi ini dipuja oleh orang-orang yang beragama Hindu di zaman dahulu kala. Manusia memuja Dewi Candika karena takut aka kematian, atau kalau mereka meninggal berharap akan mendapatkan pertolongan Dewi Candika.
          Umumnya rumah pemujaan Dewi Candika tadi dibangun di daerah perkuburan. Rupanya pada zaman Hindu setiap kuburan memiliki bangunan khusus untuk Dewi Maut ini. Inilah sebabnya candi dibangun dalam hubungannya dengan kuburan. Candi adalah kuburan raja-raja. Makin besar dan megah seorang raja, dengan sendirinya dibangun candi yang megah pula.
          Candi di Indonesia umumnya memang merupakan kuburan raja-raja. Di bawah candi ditanam abu raja. Abu raja ini biasanya ditaruh di sebuah batu perabuan yang dinamai peripih. Peripih merupakan sebuah batu yang mempunyai 9 lubang. Lubang yang di tengah berisi abu jasad raja, sedangkan lubang-lubang disekelilingnya berisi peralatan keagamaan. Peralatan ini biasanya berupa lambang-lambang dewa yang dipuja oleh sang raja.
          Peripih ditaruh di dasar sumuran candi. Sumuran candi dibangun persis di bawah patung dewa yang terletak di tengah-tengah ruangan candi. Patung dewa ini merupakan dewa yang dianggap rakyat menjelma sebagai raja. Kalau seorang raja beragama Hindu dan menyembah dewa Wisnu, maka raja tersebut diangggap sebagai penjelmaan dewa Wisnu sendiri.
          Candi-candi yang hanya dipergunakan untuk kuburan raja saja di dalamnya ditanam peripih, sedangkan candi-candi yang hanya dipergunakan untuk tempat pemujaan tidak akan dijumpai adanya peripih di dalamnya.
          Candi-candi hanya dibangun oleh bangsa Indonesia saat bangsa Indonesia memeluk agama Hindi dan agama Budha, yakni antara abad pertama Masehi sampai sekitar tahun 1500. Meskipun bangsa Indonesia telah memluk agama Hindu dan Budha sejak abad pertama Masehi, namun bangunan-bangunan candi baru didapatkan pada tahun 700-an. Setelah bangsa Indonesia memeluk agama Islam.

Mengenal Candi


Candi Tampaksiring, Bali

          Tanah air kita memiliki sangat banyak peninggalan candi. Candi-candi itu dibangun pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu yang berdiri di Indonesia, yakni dari sekitar abad 8 sampai abad 16. Indonesia memiliki sekitar 70 buah candi, baik yang bersifat Hindu, Budha maupun campuran. Candi-candi didapatkan di Sumatera, Jawa, dan Bali. Bangunan-bnagunan candi yang paling penting dan paling besar didapatkan di Pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah.
          Di Sumatera Utara, di daerah bernama Padang Lawas, terdapat candi agama Budha yang terkenal dengan nama Biaro Bahal. Di daerah Riau yakni di Muara Takus dekat Sungai Kampar terdapat pula peninggalan candi yang dibangun pada abad 11 dan 12. Di daerah Jambi terdapat pula peninggalan candi Budha, yakni di Solok dan Muara Jambi. Di daerah Palembang juga terdapat bekas-bekas bangunan candi, yakni di Geding Suro. Bangunan candi di sini mirip dengan bangunan candi dari zaman Majapahit, jauh dari masa yang lebih muda. Begitulah dapat kita ambil kesimpulan bahwa candi-candi di Sumatera kebanyakan dibangun untuk keperluan agama Budha.
          Di Jawa Barat hanya didapatkan satu candi, yakni di Cangkuang, dekat Garut. Candi ini bersifat Hindu. Meskipun demikian di Jawa Barat banyak dijumpai patung-patung Hindu. Juga peninggalan patung-patung dari zaman prasejjarah banyak dijumpai.
          Di Jawa Tengah terdapat sejumlah besar candi. Candi-candi itu dapat digolongkan menjadi candi-candi Hindu dan candi-candi Budha. Candi-candi Hindu terdiri dari: Candi Dieng, Candi Gedong Songo, Candi Merak (di Klaten), Candi Gebang (dekat Yogya), Candi Sambisari (dekat Kalasan), Candi Sukuh dan Candi Ceto (dekat Madiun), dan Candi Prambanan. Diantara candi-candi Hindu tadi, Candi Prambananlah yang terbesar. Sedangkan candi-candi Budha terdiri dari: Candi Plaosan, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Sajiwan (semuanya terletak di daerah Prambanan). Sedangkan candi Budha yang terletak di daerah Magelang terdiri dari Candi Mendut, Candi Pawon, dan Candi Borobudur.
          Di Jawa Timur terdapat banyak candi pula, yang sifatnya sudah campuran untuk keperluan agama Hindu dan Budha. Candi-candi tersebut adalah: Candi Belahan di pegunungan Penanggungan, Candi Gurah di dekat Kediri, Candi Kidal, Candi Sawentar di Blitar, Candi Jago dekat Malang, Candi Singosari dekat Malang, Candi Jawi dekat Tretes, Malang dan sejumlah besar candi-candi dari zaman Majapahit seperti Penataran, Candi Sumberjati, Candi Bayalngu, Candi Surawana, Candi Jabung, dan sebagainya.
          Di Bali terdapat peninggalan-peninggalan kuno juga, seperti pemandian Tirta Empul, Tampak Siring dan candi yang digurat pada lereng pegunungan seperti Kalebutan.

Sabtu, 23 Februari 2013

Bahasa-bahasa Daerah


Hampir setiap suku di Indonesia memiliki bahasa sendiri. Dan Negara Indonesia memiliki banyak suku yang berarti juga memiliki banyak bahasa daerah. Berikut ini adalah beberapa bahasa-bahasa daerah.
1.   Sumatera
a.    Aceh
b.   Alas
c.    Angkola
d.   Batak
e.    Enggano
f.     Gayo
g.    Karo
h.   Kubu
i.     Lampung
j.     Lom
k.   Mandailing
l.     Mentawai
m.  Melayu
n.   Minangkabau
o.    Nias
p.   Orang laut
q.    Pak-pak
r.    Rejang lebong
s.    Riau
t.     Sikule
u.   Simulur
2.   Jawa
a.    Jawa
b.   Madura
c.    Sunda
3.   Bali
a.    Bali
b.   Sasak
4.   NTB
a.    Sasak
b.   Sumba
5.   NTT
a.    Sasak
b.   Sumbawa
c.    Sumba
d.   Timor
e.    Tetun
f.     Rote
g.    Solor
h.   Belu
6.   Kalimantan
a.    Bajau
b.   Banjar
c.    Bahau
d.   Iban
e.    Kayan
f.     Kenya
g.    Klemautan
h.   Milano
i.     Melayu
j.     Ot-Danum
7.   Sulawesi
     Bada’ Besona................... Toraja
     Balantak.......................... Loinan
     Banggai............................ Loinan
     Bantik.............................. Sulut
     Bobongko......................... Loinan
     Bonerate.......................... Muna Butung
     Bugis................................ Sulsel
     Bulunga........................... Gorontalo
     Buol................................. Gate
     Butung............................ Muna Butung
     Bungku-mori................... Bungku Langku
     Landawe.......................... Bungku Langku
     Laki................................. Bungku Langku
     Mapute............................ Bungku Langku
     Gorontalo......................... Gate
     Kaill................................. Toraja
     Kaidipan.......................... Gate
     Kalaotoa........................... Muna Butung
     Karompa.......................... Muna Butung
     Layolo.............................. Muna Butung
     Leboni............................. Toraja
     Loinan............................. Loinan
     Luwu............................... Sulsel
     Makassar......................... Sulsel
     Mandar............................ Sulsel
     Mongondow..................... Sulut
     Napu............................... Toraja
     Pilpikoro.......................... Toraja
     Pitu................................. Sulsel
     Sa’dan............................. Sulsel
     Salu................................. Sulsel
     Sangir.............................. Sulut
     Seko................................ Sulsel
     Talaud............................. Sulut
     Tombatu.......................... Sulut
     Tondano.......................... Sulut
     Tontembun...................... Sulut
     Tomini............................. Tomini
     Tompakewa..................... Sulut
     Toraja.............................. Toraja
     Wotu................................ Toraja
     Uluna.............................. Sulsel
     Walio............................... Muna Bitung
8.   Maluku
     Alor.................................. Ambon Timur
     Ambelan........................... Ambon Timur
     Aru................................... Ambon Timur
     Bacan............................... Sula Bacan
     Banda............................... Ambon Timur
     Belu.................................. Ambon Timur
     Buru................................. Ambon Timur
     Geloli................................. Ambon Timur
     Goram............................... Ambon Timur
     Helo................................... Ambon Timur
     Kadang.............................. Ambon Timur
     Kai..................................... Ambon Timur
     Kaisar................................ Ambon Timur
     Kroe..,................................ Ambon Timur
     Lain................................... Ambon Timur
     Leti.................................... Ambon Timur
     Pantar............................... Ambon Timur
     Roma................................ Ambon Timur
     Solor................................. Ambon Timur
     Sula................................. Sula Bacan
     Taliabo............................. Bula Bacan
     Tanibar............................. Ambon Timur
     Ternate............................. Halmahera Utara
     Tetun................................ Ambon Timur
     Tidore................................ Halmahera Utara
     Timor................................. Ambon Timur
     Wetar................................. Ambon Timur
     Windesi.............................. Halmahera Selatan