Kalamakara |
Sebuah bangunan candi
menarik bukan hanya karena bentuk bangunannya yang indah, tetapi juga karena
kekayaan hiasan-hiasan yang terkandung di dalamnya. Banyak sekali relief yang
terdapat pada dinding-dindingnya. Selain itu juga terdapat patung-patung dewa
dengan seni pahatnya yang indah. Patung-patung itu ada yang terbuat dari batu
dan ada yang terbuat dari perunggu.
Karena banyaknya ragam
hiasan pada sebuah candi, saya akan membahas satu per satu jenis hiasan-hiasan
tersebut.
1. Hiasan Kala-makara
Pada setiap candi tentu
terdapat hiasan ini. Kala-makara terdiri dari dua kata, yaitu Kala dan Makara.
Kala berarti raksasa yang menakutkan, sedangkan makara berarti wujud binatang
dongengan Hindu yang terdiri dari campuran bentuk-bentuk gajah, buaya, ikan.
Hiasan kalamakara terdapat pada bagian atas pintu masuk candi. Kepala Kala
dipahatkan pada bagian atas pintu masuk candi, sedangkan Makara terdapat pada
bagian bawah pintu masuk. Hiasan Kala dan Makara selalu merupakan sebuah
kesatuan, sehingga keduanya sering disebut sebagai satu nama, yakni Kalamakara.
Hiasan ini sengaja dipasang
di pintu masuk candi sebagai penjaga kesucian candi tersebut. Karena bentuknya
yang menakutkan, yakni kepala raksasa yang sedang menyeringai, maka ia
diharapkan dapat menakutnakuti roh-roh jahat yang akan memasuki bangunan candi
yang dianggap suci.
Di samping kalamakara yang
bertugas menjaga kesucian candi, pada pintu masuk candi, agak ke depan,
biasanya terdapat pula patung-patung raksasa yang disebut Dwarapala. Tetapi
patung raksasa yang amat besar dengan sikap duduk dan memegang penggada ini,
biasanya hanya terdapat di muka pintu utama yang menuju ke kompleks candi. Pada
candi Budha sering terdapat patung singa di depan kalamakara. Tugasnya masih
menjaga kesucian candi.
2. Hiasan Jaladwara
Hiasan ini terdapat pada
bagian kaki candi sebelah atas. Terpasang di pojok-pojok kaki candi atas,
terutama pada candi-candi besar. Jaladwara berarti ikan. Hiasan ini melukiskan
mulut ikan yang menghadap ke luar candi. Gunanya adalah untuk mengalirkan air
hujan dari kaki candi ke luar candi. Lorong-lorong yang mengitari candi kalau
musim hujan, tentu saja dipenuhi air. Agar air tidak mausk ke sela-sela batu
candi, maka air tersebut harus dibuang melalui jaladwara. Jadi kalau hujan
datang, pojok-pojok kaki candi memancarkan ke luar air hujan melalui mulut
jaladwara tadi. Tentu merupakan suatu pemandangan yang mengasyikkan.
Tetapi sekarang ini
jaladwara kurang berguna seperti zaman dahulu kala, karena bangunan candi telah
berubah, sehingga air tidak dengan mudah dialirkan lewat jaladwara.
3. Patung
Patung-patung merupakan
bagian terpenting dari bangunan candi. Justru sebenarnya candi dibangun untuk
menyimpan patung-patung dewa tadi. Terdapat berbagai macam patung dalam
candi-candi, artinya tidak tiap candi berisi patung yang sama, tergantung dewa
apa yang diwujudkan dalam patung tadi. Pada candi agama Hindu berisi
patung-patung dewa Hindu, sedangkan pada candi-candi agama Budha berisi
patung-patung Budha atau Bodhisatwa.
Pada candi-candi agama Hindu
terdapat tiga buah patung yang utama, yakni patung dewa Siwa (yakni dewa perusak),
patung dewa Wisnu (yakni dewa pemelihara), dan dewa Brahma (yakni dewa
pencipta). Di samping itu juga sering dibuat patung-patung isteri masing-masing
dewa tersebut. Dewi Uma adalah isteri dewa Brahma, Dewi Durga adalah isteri
dewa Siwa, dan Dewi Sri serta Dewi Laksmi, keduanya adalah isteri dewa Wisnu.
Juga putera dewa Siwa, yakni dewa Ganesha, sering dibuat patungnya.
Setiap dewa Hindu selalu
digambarkan bertangan empat. Kalau ada patung yang tidak bertangan empat, jelas
itu bukan patung dewa. Masing-masing dewa dengan keempat tangannya memegang
tanda-tanda tertentu. Adapun tanda-tanda maisng-masing dewa sebagai berikut:
Dewa Siwa, bertangan empat masing-masing memegang: camara (penghalau lalat), aksamala
(tasbih), kamandalu (kendil), dan trisula (mata tombak berujung tiga). Dewa
Siwa juga dilukiskan dalam bentuk-bentuk lain seperti Mahaguru, Mahakala, dan
Bhairawa yang menakutkan.
Dewa Wisnu, empat tangannya memegang cakra (cakram), gada (pemukul), sangka (terompet
kulit kerang), dan kuncup teratai.
Dewa Brahma, berkepala empat dan bertangan empat yang memegang: aksamala, camara.
Dewa Ganesha, putera dewa Siwa, mudah dikenali karena ia berkepala gajah dan bertangan
empat dengan tanda-tanda dewanya.
Disamping itu, dewa-dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu dikenali juga kerana
bunatang kendaraannya. Siwa berkendaraan lembu, Wisnu berkendaraan garuda, dan
Brahma berkendaraan angsa.
Dewa Kuwera banyak dipuja orang karena ia dewa kekayaan yang selalu digambarkan duduk
di atas karung harta yang dikelilingi oleh periuk berisi harta kekayaan pula.
Patung-patung dalam agama
Hindu berbeda dengan patung dalam agama Budha. Ptung-patung Budha selalu digambarkan
dalam sikap duduk bersila. Tangannya hanya dua dan selalu digambarkan dalam
sikap tangan di depan badannya dengan berbagai sikap jari-jari tertentu yang
dinamai mudra. Kepalanya berwajah tenang. Rambutnya ikal dan digelung. Pada
dahinya ada titik besar yang dinamai urna. Dan bentuk telinganya biasanya agak
besar memanjang ke bawah.
Sedangkan patung Budha yang
lain adalah Bodhisatwa. Bodhisatwa merupakan dewa pernatara, yakni dewa yang
menghubungkan manusia dengan Budha yang sudah ada di nirwana. Patung Bodhisatwa
biasanya berpakaian seperti raja-raja, sangata mewah, tetapi tangannya tetap
ada dua, meskipun pakainnya mirip patung-patung dalam agama Hindu.
Selain patung dewa atau
Budha, kadang-kadang sebuah candi berisi patung lingga. Lingga adalah semacam
tugu batu yang melambangkan dewa Siwa. Lingga itu dipuja seperti orang memuja
dewa Siwa. Biasanya lingga ditaruh diatas sebuah yoni, yakni lambang isteri
dewa Siwa. Bentuk yoni seperti kotak batu yang kadang-kadang disangga oleh
hiasan naga.
4. Relief
Relief adalah ukiran yang
digoreskan pada permukaan batu. Relief berupa gambar atau hiasan. Ada relief
yang menggambarkan urutan sebuah cerita agama, ada pula relief yang
menggambarkan hiasan berbentuk tumbuh-tumbuhan dan bunga, serta ada relief yang
menggambarkan ragam hias permadani.
Relief berbentuk
cerita biasanya terdapat di pagar dalam kaki candi, atau di kaki candi. Relief
juga banyak dijumpai pada dinding badan candi. Relief yang terkenal sebgaai
hiasan guirlande dan hiasan permadani didapatkan di bagian dinding kamar candi.
5. Hiasan Puncak
Kalau pada kaki candi dan
badan candi banyak ditemukan hiasan-hiasan berupa patung, relief, jaladwara,
kalamakara, dan sebagainya, maka pada atap candi kita dapatkan hiasan-hiasan
puncak candi yang biasanya terdiri dari bentuk antefix dan ratna atau stupa.
Dalam beberapa candi masih didapat pula hiasan berupa relief atau patung di bagian atap candi. Tetapi ini
amat jarang terdapat. Pada candi Dieng dan candi Sari masih didapatkan hiasan
puncak berupa relief atau kepala dewa.
Pada bagian atap candi Hindu
biasanya berbentuk bunga ratna dipakai sebagai hiasan. Sedangkan dalam candi
agama Budha bentuk stupa yang didapatkan sebagai hiasan puncak. Tetapi ada pula
hiasan puncak berupa ratna dan stupa sekaligus pada satu candi, misalnya candi
Plaosan, di dekat Yogyakarta.