Kepala Bodhisatwa |
Perkataan candi berasal dari
kata Candika grha, yang artinya Rumah Dewi Candika. Dewi Candika adalah
dewi maut. Dewi ini dipuja oleh orang-orang yang beragama Hindu di zaman dahulu
kala. Manusia memuja Dewi Candika karena takut aka kematian, atau kalau mereka
meninggal berharap akan mendapatkan pertolongan Dewi Candika.
Umumnya rumah pemujaan Dewi
Candika tadi dibangun di daerah perkuburan. Rupanya pada zaman Hindu setiap
kuburan memiliki bangunan khusus untuk Dewi Maut ini. Inilah sebabnya candi
dibangun dalam hubungannya dengan kuburan. Candi adalah kuburan raja-raja.
Makin besar dan megah seorang raja, dengan sendirinya dibangun candi yang megah
pula.
Candi di Indonesia umumnya
memang merupakan kuburan raja-raja. Di bawah candi ditanam abu raja. Abu raja
ini biasanya ditaruh di sebuah batu perabuan yang dinamai peripih.
Peripih merupakan sebuah batu yang mempunyai 9 lubang. Lubang yang di tengah
berisi abu jasad raja, sedangkan lubang-lubang disekelilingnya berisi peralatan
keagamaan. Peralatan ini biasanya berupa lambang-lambang dewa yang dipuja oleh
sang raja.
Peripih ditaruh di dasar
sumuran candi. Sumuran candi dibangun persis di bawah patung dewa yang terletak
di tengah-tengah ruangan candi. Patung dewa ini merupakan dewa yang dianggap
rakyat menjelma sebagai raja. Kalau seorang raja beragama Hindu dan menyembah
dewa Wisnu, maka raja tersebut diangggap sebagai penjelmaan dewa Wisnu sendiri.
Candi-candi yang hanya
dipergunakan untuk kuburan raja saja di dalamnya ditanam peripih, sedangkan
candi-candi yang hanya dipergunakan untuk tempat pemujaan tidak akan dijumpai
adanya peripih di dalamnya.
Candi-candi hanya dibangun
oleh bangsa Indonesia saat bangsa Indonesia memeluk agama Hindi dan agama
Budha, yakni antara abad pertama Masehi sampai sekitar tahun 1500. Meskipun
bangsa Indonesia telah memluk agama Hindu dan Budha sejak abad pertama Masehi,
namun bangunan-bangunan candi baru didapatkan pada tahun 700-an. Setelah bangsa
Indonesia memeluk agama Islam.
0 komentar:
Posting Komentar